Jumat, 24 Mei 2013

Kenakalan Remaja VS Kenakalan Orang Tua Mari Kita Cermati

Kenakalan Remaja VS Kenakalan Orang Tua Mari Kita Cermati


       Ditulis pada hari Jumat, 9 Desember 2011 | 14:48 WIB

Nakal artinya suka berbuat kurang baik (tidak menurut, mengganggu dsb, terutama bagi anak-anak). Juga berarti buruk kelakuan. Kenakalan adalah kata sifat dari nakal atau perbuatan nakal. Bisa juga berarti tingkah laku secara ringan yang menyalahi norma yang berlaku di masyarakat. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, 2003, hlm. 772)
Kenakalan remaja meliputi semua perilaku yang menyimpang dari norma-norma hukum pidana yang dilakukan oleh remaja. Perilaku tersebut akan merugikan dirinya sendiri dan orang-orang di sekitarnya.
Para ahli pendidikan sependapat bahwa remaja adalah mereka yang berusia 13-18 tahun. Pada usia tersebut, seseorang sudah melampaui masa kanak-kanak, namun masih belum cukup matang untuk dapat dikatakan dewasa. Ia berada pada masa transisi.
Baiklah sebelum membahas lebih jauh tentang kenakalan remaja kita harus tahu definisinya terlebih dahulu
  • Menurut Kartono, ilmuwan sosiologi
    Kenakalan Remaja atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah juvenile delinquency merupakan gejala patologis sosial pada remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial. Akibatnya, mereka mengembangkan bentuk perilaku yang menyimpang". 
  • Menurut Santrock 
    "Kenakalan remaja merupakan kumpulan dari berbagai perilaku remaja yang tidak dapat diterima secara sosial hingga terjadi tindakan kriminal."
Masalah kenakalan remaja mulai mendapat perhatian masyarakat secara khusus sejak terbentuknya peradilan untuk anak-anak nakal (juvenile court) pada 1899 di Illinois, Amerika Serikat.
Ada beberapa jenis kenakalan remaja diantaranya:
  • Penyalahgunaan narkoba (narkotika dan obat-obatan terlarang)
  • Seks bebas (Free sex)
  • Tawuran antara pelajar
Perilaku 'nakal' remaja bisa disebabkan oleh faktor dari remaja itu sendiri (internal) maupun faktor dari luar (eksternal). 
Faktor internal:
  1. Krisis identitas
    Perubahan biologis dan sosiologis pada diri remaja memungkinkan terjadinya dua bentuk integrasi. Pertama, terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam kehidupannya.Kedua, tercapainya identitas peran. Kenakalan ramaja terjadi karena remaja gagal mencapai masa integrasi kedua. 
  2. Kontrol diri yang lemah
    Remaja yang tidak bisa mempelajari dan membedakan tingkah laku yang dapat diterima dengan yang tidak dapat diterima akan terseret pada perilaku 'nakal'. Begitupun bagi mereka yang telah mengetahui perbedaan dua tingkah laku tersebut, namun tidak bisa mengembangkan kontrol diri untuk bertingkah laku sesuai dengan pengetahuannya.
Faktor eksternal:
  1. Keluarga
    Perceraian orangtua, tidak adanya komunikasi antar anggota keluarga, atau perselisihan antar anggota keluarga bisa memicu perilaku negatif pada remaja. Pendidikan yang salah di keluarga pun, seperti terlalu memanjakan anak, tidak memberikan pendidikan agama, atau penolakan terhadap eksistensi anak, bisa menjadi penyebab terjadinya kenakalan remaja.
  2. Teman sebaya yang kurang baik
  3. Komunitas/lingkungan tempat tinggal yang kurang baik.
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi kenakalan remaja:
  1. Kegagalan mencapai identitas peran dan lemahnya kontrol diri bisa dicegah atau diatasi dengan prinsip keteladanan. Remaja harus bisa mendapatkan sebanyak mungkin figur orang-orang dewasa yang telah melampaui masa remajanya dengan baik juga mereka yang berhasil memperbaiki diri setelah sebelumnya gagal pada tahap ini.
  2. Adanya motivasi dari keluarga, guru, teman sebaya untuk melakukan point pertama.
  3. Kemauan orangtua untuk membenahi kondisi keluarga sehingga tercipta keluarga yang harmonis, komunikatif, dan nyaman bagi remaja.
  4. Remaja pandai memilih teman dan lingkungan yang baik serta orangtua memberi arahan dengan siapa dan di komunitas mana remaja harus bergaul.
  5. Remaja membentuk ketahanan diri agar tidak mudah terpengaruh jika ternyata teman sebaya atau komunitas yang ada tidak sesuai dengan harapan.
KENAKALAN ORANG TUA
Kita mungkin bosan apabila selalu membicarakan kenakalan remaja dan anak-anak. Tapi, kita jarang dengar dan membicarakan kenakalan orangtua. Padahal, kalau mo dirunut lumayan banyak juga lho kenakalan ortu yang memang sangat berpengaruh kepada kehidupan kita. Kenakalan orangtua ini bisa diperluas bukan hanya orangtua di rumah alias keluarga kita. Tapi orangtua di masyarakat seperti guru-guru di sekolah, orang-orang dewasa di lingkungan sekitar, orang-orang dewasa yang bisa kita lihat tampilan wajah dan aksinya di televisi, orang-orang dewasa yang saban hari kita temui di sekolah kehidupan kita, termasuk dalam hal ini adalah para ortu yang menjadi pejabat di negeri ini.
Bukan maksud untuk mengejek ortu kita. Ini sekadar renungan aja, betapa kita suka lupa bahwa kenakalan remaja tidak bisa lepas dari teladan yang sudah ada, kalau kita membicarakan kenakalan remaja sampai berbusa-busa atau menulis sampai berlembar-lembar lengkap dengan taburan faktanya, maka tidak ada salahnya juga apabila kita sedikit membahas kenakalan orangtua, sebagai bahan renungan bagi kita semua. Ya, semoga saja kita juga jadi bisa mengingatkan para ortu yang mau tidak mau memang sudah dan akan mewarnai kehidupan anak2nya saat ini. Ortu di rumah, ortu di masyarakat, dan tentunya ortu yang bertugas sebagai pengurus negara dan rakyat. Semua itu adalah ortu kita yang seharusnya menjadi teladan yang baik buat kita dalam menjalani kehidupan ini.
Kenakalan orangtua dalam ikatan keluarga
Setidaknya ada dua poin yang bisa disebut sebagai kenakalan orangtua secara umum.
Pertama, soal akhlak. Wallahu’alam, apakah karena terlalu sibuk atau tidak mengerti harus berbuat, banyak ortu di rumah yang abai dalam soal akhlak Islam yang baik ini. Padahal, anak   akan belajar pertama kali dari cara ortu, karena begitu dekatnya jarak antara anak dengan ortu. akhlak ini adalah sifat yang harus dimiliki setiap muslim, Menurut Muhammad Husain Abdullah, dalam kitabnya, Studi Dasar-dasar Pemikiran Islam, hlm 100, disebutkan bahwa secara bahasa akhlak berasal dari kata al-khuluq yang berarti kebiasaan (as-sajiyah) dan tabiat (at-thab’u). Sedangkan menurut istilah (makna syara’) akhlak adalah sifat-sifat yang diperintahkan Allah kepada seorang muslim untuk dimiliki tatkala ia melaksanakan berbagai aktivitasnya. Sifat-sifat akhlak ini tampak pada diri seorang muslim tatkala dia melaksanakan berbagai aktivitas—seperti ibadah, muamalah, dan lain sebagainya. Tentu, jika semua aktivitas itu ia lakukan secara benar sesuai tuntunan syariat Islam.
Nah, para orang tua sebagian besar belum mengerti soal ini. faktanya ada yang begitu. Contoh di daerah perkampungan, ada orangtua yang suka ikut memprovokasi anaknya untuk bertengkar dengan temannya. Kata-kata penyemangat yang sebenarnya lebih terasa hasutan dihembuskan, “Kamu jangan mau kalah sama dia. Lawan!”, misalnya.
Akibatnya, memang anak-anak di satu keluarga itu akhirnya jadi sombong dan angkuh apabila bergaul, juga kerap berbuat onar karena merasa ada legalitas secara tidak tertulis dari ortunya itu.
Kedua, mengabaikan pelaksanaan syariat. Urusan sholat seringkali jadi masalah. Pelaksanaan syariat untuk individu ini acapkali diabaikan. Kalo ortunya aja sholatnya sesukanya, atau bahkan nggak sama sekali, akan menimbulkan dampak bagi anak. Apalagi jika menyuruh atau mengingatkan anaknya saja untuk sholat nggak pernah. Wah, mungkin nggak adil juga kalo di kemudian hari nyalahin anak yang nggak sholat. Wong, orangtuanya aja nggak sholat dan nggak membimbing anaknya untuk sholat.
Pengetahuan dalam hal pelaksanaan syariat untuk individu saja, khususnya berpakaian, seringkali terabaikan oleh para orangtua. Kenakalan ortu yang (mungkin saja) tidak disengaja ini bisa membentuk karakter kita dan sudut pandang kita dalam melihat berbagai masalah. Wajar dong kalo kemudian banyak di antara temen cewek kita yang sulit dikasih tahu tentang wajibnya berjilbab kalo keluar rumah atau ada orang asing (bukan mahram) yang berkunjung ke rumahnya. Karena merasa berkerudung en berjilbab tuh kalo mo ke tempat pengajian aja. Seperti yang dicontohkan ortunya.
Ini baru soal sholat dan berbusana lho (dan kebetulan memang ini yang lebih menonjol masalahnya). Kayaknya masih banyak deh pelaksanaan syariat Islam yang belum dibiasakan di tengah keluarga oleh para orangtua.
Kenakalan orangtua di masyarakat
Kita perlu tahu juga soal kenakalan ortu di masyarakat.
Pertama, menciptakan suasana yang nggak produktif. Hmm... kayaknya udah jadi rahasia umum, untuk bapak-bapak kalau mereka sudah kumpul pasti ada aja yang dilakukan yang deket-deket dengan sikap malas. Bapak-bapak apabila mereka berdua, selain ngobrol bisa juga main catur. Kalo berempat, malah ada kemungkinan main gaple. Seringnya sih begitu. Terutama kalo malam hari sambil nemani yang ronda Main catur dan main gaple ada yang bilang boleh-boleh aja kalo nggak pake duit alias judi. Cuma nggak muru’ah aja. Nggak menjaga kehormatan diri, Maklumlah, orang yang kerjanya cuma gaple aja tiap malam dicap orang pangedulan alias tukang malas.  Apalagi kalo main catur or gaple itu dilakukan pagi hari di hari kerja, atau siang hari di hari kerja, kayaknya nggak enak banget dilihat deh. Kesan yang muncul kan jadinya memelihara kemalasan.
Belum lagi kalo ibu-ibu. Baik mereka berdua, bertiga, berempat, bahkan rame-rame di forum arisan, tetep aja yang dilakukan adalah ngegosip. Ini umumnya
Kedua, menyediakan sarana kemaksiatan. Pemilik pabrik narkoba rata-rata ya orangtua. Mereka yang jadi bandar besar kebanyakan para orangtua. Nah, yang mengkonsumsi narkobanya, selain orang dewasa, ada juga yang remaja. Wah, bukannya ngasih pelajaran yang baik, malah menjerumuskan remaja demi keuntungan dan kepuasan materi yang ingin diraih para pengusaha barang haram itu. Orangtua di masyarakat yang kayak gini, jelas nakal dan jahat.
Selain narkoba, kita juga udah tahu kalau judi kini sudah membudaya. Mulai dari judi togel, sabung ayam, pacuan kuda, taruhan di pertandingan sepakbola, gaple yang pake duit, rolet, dan casino, sampe judi via fasilitas pengiriman SMS untuk mendukung kontestan pilihannya di ajang pencarian bakat tertentu di televisi. Ternyata mereka malah memfasilitasi sarana kemaksiatan dan tentunya mencontohkan kenakalan.
Bukan hanya narkoba dan judi, ortu di masyarakat juga malah menyediakan tempat hiburan seperti diskotik. Bukan berburuk sangka, tapi kenyataan umum yang namanya diskotik tuh identik banget dengan tempat hura-hura, tempat mangkalnya orang-orang nakal, tempat transaksi narkoba, transaksi pelacuran, dan aktivitas maksiat lainnya. Pelakunya, banyak juga yang remaja.
Ketiga, pendidik yang abai. Sekolah dan kampus boleh dibilang seharusnya menjadi tempat yang aman untuk belajar bagi kita. Namun, seringkali tak seperti tujuan awalnya. Memang, tidak semuanya jelek. Tapi, kita bicara umumnya. Misalnya, ada oknum guru yang mengajarkan asusila kepada murid-muridnya. Faktanya, kalau sempat baca-baca berita ada oknum guru yang melakukan pelecehan seksual kepada muridnya. yang begini ini bisa memicu kenakalan anak didiknya. Semoga tidak banyak ortu di masyarakat yang seperti ini.
Akhirnya baik remaja atau orang tua adalah sama-sama manusia yang tidak luput dari khilaf dan dosa,amiiin..  semoga artikel ini bermanfaat bagi semua….

Kamis, 23 Mei 2013

Huruf Terakhir

Cerpen Benny Arnas

NAMAKU Lili, ujarmu di perkenalan kalian dua tahun yang lalu, perkenalan yang akhirnya mengantarkan kalian ke pelaminan, pernikahan yang melempar kalian ke kesemuan yang lucu, kenyataan yang menyeret kalian ke dalam lakon berdarah siang itu!
***
SEJAK dipromosikan menjadi sekretaris direktur, sebagian besar waktumu kau habiskan untuk urusan pekerjaan. Kau tak pernah tahu, sedari kau putar kunci Avanza lalu meluncur ke kantor di utara kota, Illy selalu berhasil membawamu kembali. Dari pagi hingga malam me ninggi, kalian membincangkan banyak hal. Dari pekerjaan, kesetaraan gender, kurs rupiah yang makin anjlok, anggotaanggota DPR yang beradu mulut dan saling tonjok, isu naiknya harga BBM, hingga perkara asmara.
Untuk yang terakhir, kalian tidak hanya terlibat dalam perbincangan yang hangat, tapi juga kerap bercumbu bagai tak menenggang keberadaan tetangga. Kadang Illy tertawa keras-keras, kadang memekik penuh gairah, dan tak jarang melenguh seolah tengah menuntaskan pertarungan- ranjang. Kalian selalu melakukannya sepanjang hari.Bila kau pulang cepat, di waktu yang sama, kau buru-buru menyelinap keluar dari pintu belakang.
Illy juga selalu pandai berakting seolah sepanjang hari sibuk menulis artikel budaya untuk koran lokal, beberapa puisi picisan untuk majalah remaja, menghitung untungrugi beberapa usaha alternatif yang hingga kini belum direalisasikan, atau membereskan pekerjaan rumah sebagaimana dilakukan oleh para ibu rumah tangga --atau bahkan para pembantu rumah tangga. (Bukan, bukan kau yang meminta Illy melakukannya. Dia sendirilah yang mengajukan diri seolah menenggang kesibukan yang membelitmu, seolah tahu diri dengan status penganggurannya). Selayang pandang, Illy memang tampil sebagai suami yang sayang istri. Ya, walau menjadi penopang keuangan keluarga, kau tak pernah berpikir untuk membabukan suami.
Kau hanya sering heran, mengapa Illy selalu lupa merapikan seprei ranjang atau sofa panjang ruang tengah. Kau selalu mendapati dua perabotan itu dalam keadaan kusut atau berantakan. Kau tak pernah menaruh curiga kepadanya. Kau seolah lupa, sepengangguran apa pun, Illy adalah seorang sarjana, Illy adalah laki-laki normal yang haus kehangatan, Illy bukanlah seorang dungu yang setia-buta menantikan kau pulang larut malam dalam keadaan lelah yang sangat (dan Illy menyiapkan air hangat yang akan membilas lelahmu agar kau dapat menyongsong malam dengan mimpi yang menerbangkan kepenatan). Lagi pula takkah kau merindukan kehadiran seorang anak, Lili?
Ah, yang terang, kau tak pernah tahu, Illy hanya memandangimu yang pulas di sampingnya (Oh Lili, takkah kau iba kepadanya?); kau tak pernah sadar bahwa kau tak pernah punya waktu untuk bertarung dengannya di dalam kelambu brokat tembus pandang; kau juga tak pernah tahu, akhirnya Illy melampiaskan gairah kepada kesepiannya, kepada yang tiba-tiba meluangkan waktu untuk mendengar curhatnya, kepada yang tiba- tiba mendengarkan setiap keluh-kesahnya, kepada yang selalu memberi pertimbangan perihal usaha yang akan ia buka, kepada yang selalu memberi kenikmatan tak tertanggungkan tanpa harus berlaku sepertimu dulu: menerapkan kamasutra yang aneh-aneh lalu menganggurkannya sekian lama hingga saat ini! Kau sangat kejam, Lili!
***
 PAGI itu, kau tergesa-gesa mengunyah nasi goreng masakan Illy ketika ponselmu berdering nyaring. Direktur memintamu ke kantor lebih awal. Ada rapat mendadak dengan klien di perusahaan. Tanpa banyak ba-bi-bu, kauoke- kan saja. Kau tinggalkan sarapan yang baru kau lahap dua sendok. Terburu-buru kau ambil segelas sirup-sunkis dan meminumnya seperempat isi. Setengah berteriak kau pamit. Kau tutup pintu serampangan. Menuju Avanza yang baru selesai dicuci Illy pagi tadi. Tak sampai dua menit, mobil metalik itu sudah membawamu menyusur jalanan yang bingar oleh perang klakson.
Di kantor, kau akan mendampingi laki-laki fl amboyan yang kau panggil ’’Pak Direktur’’ untuk mengikuti rapat yang akan dimulai satu jam lagi. Kau tahu kalau laki-laki itu sudah lama menaruh hati kepadamu. Namun kau mengabaikannya saja. Tentu saja kau tidak menunjukkanya. Kau masih cukup cerdas memilih; kapan me melengkungkan senyum, kapan mengejek ketakberdayaan pimpinan. Kau selalu pandai berkilah bila rekan-rekan kantor (khususnya yang wanita) kerap mengolok-olokmu. Kepada mereka kau nyatakan bahwa kau memang tak membantah perihal Pak Direktur yang sangat perhatian, namun kau menolak dikatakan mendapatkannya dalam porsi lebih, apalagi dengan cara yang tak semestinya.
Pak Direktur hanya ingin menunjukkan bahwa karyawan yang baik akan mendapat tempat yang lebih layak, ujarmu sok bijak.
Kau terenyak mendapati berkas-berkas di dalam mapmu. Ada yang kurang. Kau lirik arloji mungil yang melilit pergelangan tangan kirimu. Tiga puluh menit lagi rapat akan dimulai. Kau minta izin keluar sebentar. Pak Direktur menunjukkan air muka keberatan. Namun senyum manis yang kau sunggingkan, seolah-olah meyakinkan pimpinan perusahaan itu bahwa kau akan kembali sebelum rapat dibuka. Ya, tentu saja tak kau katakan bahwa kau pulang mengambil beberapa nota kesepakatan yang akan ditandatangani klien perusahaan di akhir rapat.
Kau nyalakan mobil. Kau tarik napas agak panjang sebelum menginjak pedal gas. Kau akan mengemudi dalam kecepatan tinggi. Mobil melaju. Cepat. Kau pasang konsentrasi tinggi. Mobilmu meliuk dengan mulus di beberapa simpang dan jalan yang tak rata. Baru kali ini kau dapati bukti bahwa keadaan genting dapat melecutkan keberanian hingga beberapa kali lipat.
Kau bunyikan klakson beberapa kali namun Illy tak kunjung membukakan pagar. Kau pun kesal. Kau turun dari mobil. Kau menggeret pagar dengan muka kusut. Kau parkir mobil sekenanya di halaman (sebenarnya bisa saja kau memarkirkan mobil di depan pagar tapi kau khawatir ada mobil lain yang akan melintas di jalan kompleks yang sempit itu). Kau menarik gerendel pintu depan dengan gerakan malas. Kau banting pintu. Kau gegas ke ruang kerja. Kau membuka lemari yang biasa kau gunakan untuk menyimpan berkas-berkas kantor. Sembari memeriksa berkas-berkas yang belum juga ditemukan, kau memanggil-manggil suamimu. Tentu saja kau bukan hendak meminta bantuannya untuk mencarikan beberapa map penting karena ia memang tak tahu apaapa tentang pekerjaanmu. Kau hanya ingin memastikan bahwa suamimu ada di rumah. Kau hanya ingin tahu mengapa ia tidak mengunci sekaligus membukakan pagar dan pintu untukmu ... Mengapa ia mengabaikanmu!
Praaanggggg!!
Kau menoleh. Vas bunga kristal yang dihadiahkan Pak Direktur di hari ulang tahunmu beberapa bulan yang lalu, tersenggol siku tanganmu. Pecah. Beling-beling berserakan di lantai. Kau makin kesal. Mulutmu mulai merunyam. Beberapa kali kau panggil suamimu dengan berteriak. Tak juga ada tanggapan. Ponselmu berdering. Nama Pak Direktur mengedap-kedipkan layarnya. Irama degup jantungmu mulai timpang. Butir-butir keringat berebutan menerobos pori-pori kulitmu. Kau menarik napas panjang sebelum memutuskan menjawab panggilan.
Klek!
Perasaan lega dan khawatir bertabrakan dalam dadamu ketika mendapati panggilan terputus sebelum sempat kau jawab. Kau gegas menekuri lemari berkasmu. Ups! matamu berbinar cerlang. Kau akhirnya menemukan apa yang kau cari. Kau melirik arloji di tangan. O, rapat pasti baru saja dimulai, gumammu. Kau tahu, Pak Direktur pasti marah. Tapi memilih mendampinginya tanpa berkas yang harus ditandatangani, tentu dapat membuatmu terdepak dari posisi nyaman.
Baru saja hendak menuju pintu, kau mendengar suara dari arah kamarmu. O, suara itu memang berasal dari sana. Dan, suara itu. O, benarkah suara itu benar-benar dari kamar? Itu suara suamiku, batinmu bergetar. Suara itu, suara itu, desahan itu, desahan yang menggambarkan kenikmatan yang tengah didaki.
Benarkah desahan itu memanggil-manggil namaku, batinmu menggigil.
Bahumu turun-naik. Perasaanmu benar-benar tak tentu. O, tidakkah kau sadar, sudah lama nian kau tidak membuat suamimu mengeluarkan suara-suara yang meremangkan gairah? Dan kini.... O kini, kepalamu bergasing demi menerka siapa yang telah membuat suamimu sebergelora saat ini!
Kau bersijingkat mendekati pintu kamar. Pelan-pelan kau buka pintunya yang tidak terkunci. Kau mengintip. Awalnya kau sipitkan sebelah mata sebelum akhirnya tanpa kendali kau belalakkan kedua indera penglihatanmu itu. Kau berteriak sembari berlari menuju suamimu yang bergeliat di atas seprei ranjang yang kusut.
Paaakkkk!
Sebelah tanganmu terasa berdenyar sehabis menampar sebelah pipi laki-laki yang sedari tadi sibuk memegangi kelaminnya sendiri!
Illy pun terkesiap tak alang kepalang. Refl eks ia bangun, mengeret tubuhnya ke pojok ranjang, lalu meraih selimut untuk menutupi kemaluannya. Ia benar-benar malu dengan apa yang baru saja terjadi. Kau pun memandanginya dengan tatapan iba. Sekujur tubuh suamimu simbah oleh keringat.
Tampaknya kau benar-benar merinduiku, Sayang..., ujarmu seperti bergumam. Suaramu seperti merasa sangat berdosa.
Illy masih menggigil. Ia seperti remaja yang habis digagahi tiga orang sekaligus. Tatapannya kosong. Ia terus memanggil-manggil namamu. Kau tak kuasa meneteskan air mata. Kau seolah baru sadar telah mengabaikan suamimu lebih dari setahun belakangan.
Kau lepaskan stiletto-mu. Kau naik ke atas ranjang. Kau peluk suamimu seolah menenangkan seorang anak kecil yang habis dihajar ayah tiri. Kau rapat-rapatkan dadamu ke wajahnya dan ia terus saja memanggil-manggil namamu.
Aku di sini, Sayang, ujarmu lagi dengan nada menenangkan seraya melepaskan syal yang melilit lehermu. Aku juga sangat merinduimu, lanjutmu dengan wajah penuh rona. Kini, kau lepaskan semua yang menutupi tubuhmu. Kau pikir, bercinta dengan suamimu siang itu adalah salah satu cara untuk mengakui kealpaanmu selama ini. Kau seperti mendadak tak peduli pada rapat di kantor yang akan segera berakhir. Kau tak tahu kalau suamimu benar-benar bingung apa yang tengah dihadapi. Sungguh, ia ingin melanjutkan percintaan denganmu, perempuan yang menggiring jemarinya mencumbui selangkangan sendiri...
Gubrraaakkk!!
Tendangan kaki kanan Illy membuatmu terjerengkang dari atas ranjang. Tubuhmu berguling-guling di lantai. Kau rasakan banyak kunang-kunang mengitari kepala. Pelipismu meneteskan cairan marun kental. Samar-samar kau lihat Illy meraih tembikar seukuran tubuh bayi dan.... o o o, ia mengarahkannya ke arahmu, ke kepalamu!
Kau tak sempat berteriak, seolah membiarkan deringan ponsel dalam tas kerjamu (nama Pak Direktur mengedap-kedipkan layarnya) membisingkan siang itu, seolah membiarkan kematian datang bersama ketaktahuan yang mengenaskan: Yang Illy inginkan bukan Lili, tapi Lily! (*)

Arti Senyuman :)

Cerpen Remaja 2012 : Arti Sebuah Senyuman
Hujan turun begitu deras saat bunda pergi kedalam pelukan-Nya. Air mata tak bisa berhenti mengalir seperti hujan yang tak henti jatuh , saat kulihat wajah bunda yang tersenyum damai. Aku terus menatap mata bunda, mata yang selalu membuat diri ini tersenyum, tapi senyuman ku sekarang terkunci rapat. Hanya tangisan dan teriakan yang menyebut “BUNDA”. Seseorang yang tak a sing lagi datang menghampiriku seseorang yang dulu menggoreskan luka dihatiku dan yang lebih menyakitkan dihati bunda. Seseoranng itu adalah Ayahku sendiri yang meninggalkan kami disaat bunda sedang sakit gara-gara wanita yang membuatnya buta. Aku tak ingin dia menatap wajah bunda yang begitu suci tak ingin wajah bunda yang begitu damai bertemu dengan lelaki seperti dia yang telah membuat bunda semakin parah penyakitnya dan sampai bunda dibawa oleh yang di atas.

“pergi kamu jangan dekati bundaku”teriakku menghalangi tubuh bunda yang sudah kaku.
“tasya maafkan ayah ”dia berusaha memelukku tapi aku melepaskan pelukan itu
“ayah? ”aku tertawa kecut
“ayahku sudah mati, mati karena wanita lain sekarang aku anak yatim piatu. Anda puas”aku membentak dengan tangisan yang tak bisa dibendung.
“tasya sudahlah biarkan ayahmu melihat bundamu”ujar bibiku.

“tasya tak rela kalau orang ini melihat wajah bunda yang begitu damai, tasya tak mau bunda menangis bibi ”aku semakin menangis. Tubuhku lemas, dan “BRUGGG” tubuh lemahku terjatuh pingsan.
Aku melihat bunda begitu sehat tersenyum indah padaku memakai baju putih yang indah disebuah padang ruput yang hijau, aku berlari dengan senyuman. Tapi bunda semakin menjauh, aku mulai gelisah dan terus berlari tapi bunda terus menjauh aku mulai menangis dan aku terbangun , itu hanya mimpi. .
“tasya. . . kamu sudah sadar”Tanya bibiku
“bunda dimana?”tanyaku pada bibi. Dia memelukku dengan tangisannya
“tasya ibumu sudah dimakamkan, tasya kamu harus kuat dalam menjalani cobaan hidupmu. Bibi yakin kamu pasti bisa melewati ini semua”Bibi menangis membasahi bajuku. Aku tterdiam sekarang aku sendiri bunda sudah ada dalam pelukan-Nya. Maaf bunda Tasya tak bisa mengantar bunda . aku menangis bersama pelukan Bibi.

***
Sudah seminggu setelah bunda pergi, aku menjadi pendiam tak ada senyuman lagi dimulutku ini, tak ada keceriaan yang tampak diwajahku yang ada hanya kesedihan. Di sekolah aku menjadi penyendiri walau sahabat-sahabatku selalu menyemangatiku tapi itu tak bisa merubah segalanya.
“Tasya kamu mau ikut aku ketemu dengan Nugi, dia bawa temannya yang menurutku dia baik. Ayolah Sya ikut aku ya” ujar temanku yang menarik-narik tanganku.
Aku menghela napas “hah”.

“maaf Nita aku gag bisa, aku lagi gag mood”ujarku dengan wajah murung
Dia menarik tanganku.

“pokoknya kamu harus ikut, mereka nunggu kita di taman ” Nita memaksaku ikut , ya apa boleh buat aku pun mengikuti keinginannya.
Kita sudah sampai ditaman di tengah sekolah kami.
Terlihat dua orang pria yang tersenyum pada kita. Ku lihat Nita sangat senang bertemu sang pujaannya.

“hay maaf ya lama nunggunya”.
“kenalin ini temanku Tasya imutkan ?”
Mereka tersenyum
“hay aku Nugi pacar Nita”senyumnya sambil memberikan tangannya padaku
“tasya”ujarku yang tersenyum terpaksa

“aku Yudis temanya Nita dan Nugi”senyumnya yang juga memberikan tanganya
“tasya”kami pun bersalaman. Aku seperti orang bodoh berada ditengah tengah orang yang sedang saling jatuh cinta, aku iri nita tertawa lepas .sedangkan aku hanya diam tak ada yang bisa buat aku tersenyum seperti nita. Yudis mendekatiku dan memberikan selembar kertas yang berisi puisi
Arti Hidup
semuanya terasa begitu hamoa
tak ada lagi klasih sayang yang kurasakan
ini begitu sulit ini begitu asing bagiku